Seribu kebaikan VS satu kesalahan

Di tulisan kali ini saya ingin memuji-muji diri saya sendiri. Kapan lagi kan, memuji diri sendiri di hadapan diri sendiri bukan di hadapan orang lain. Minimal gak ada melihat senyuman sinislah ya dan gak dosa juga hehehe.



Dulu semasa SD dan setelah kehilangan mama, saya orangnya minderan ketika berada di tengah sepupu-sepupu saya. Karena begitu mama saya gak ada, hidup saya jungkir balik hampir 360 derajat. Yang biasanya baju-baju lebaran saya sama dengan sepupu saya, setelah mama gak ada saya harus cukup puas dengan baju lebaran hanya 1 pasang. Pada intinya ketika mama saya masih ada, beliau selalu memenuhi kebutuhan saya sama halnya dengan sepupu di sekitar saya. Mama gak akan membiarkan saya merasa asing atau merasa gak punya. Mama saya berusaha mencukupi segala sesuatunya buat saya walo dia hanya orang tua tunggal.



Dan ketika mama saya pergi untuk selamanya, saya kehilangan segalanya termasuk kepercayaan diri saya. Saya merasa sebatang kara dan haus perhatian. Padahal sebenarnya semua keluarga perhatian sama saya. Tapi saya saja yang merasa terasing dan dijauhi. Untuk kembali mendapat perhatian semua keluarga terutama sepupu saya yang umurnya sebenarnya masih di bawah saya dan ada juga beberapa lebih tua dari saya. Saya mencoba berbagai macam cara. Mulai dari yang masuk akal sampai yang gak. Hahahaha



Untuk sepupu saya yang masih di bawah saya umurnya, saya rela mengerjakan PR mereka. Apapun itu, semua pelajaran. Gak usah mereka mintapun kadang saya yang menawarkan. Selain itu, ketika kami mandi bersama ada yang minta sabunin semua badannya akan saya sanggupi. Saya juga mengunciri rambut mereka ketika akan berangkat sekolah. Kira-kira yang gak masuk akal apa?



Yess saya mau kalo disuruh ngorek kuping mereka, membersihkan kuping mereka sampai bersih, motongin kuku, ngorek ketombe (hahahah), nyari kutu, bersihin puser dan sebagainya. Jorok gak sih? hihihi



Di awal-awal memang saya melakukan itu hanya untuk menarik perhatian mereka dan agar mereka menganggap keberadaan saya. Tapi lama-lama saya menikmatinya. Saya kesepian karena gak punya adek atau kakak di rumah. Jadi saya ngelakuinnya karena saya udah anggap mereka kayak adek kandung dan karena saya perhatian serta sayang sama mereka. Dan itu semua berlanjut sampai ketika kami sama-sama beranjak dewasa, cuma kalo mandi bareng udah jarang lah ya.



Yang saya lakukan selanjutnya untuk mereka sama seperti kebanyakan yang kakak-kakak lakukan untuk adeknya. Mulai dari curhat-curhatan soal teman, cowok yang ditaksir dan lain sebagainya. Saya berbagi banyak hal untuk mereka sesuai dengan porsi yang saya miliki. Ya saya hanya memiliki diri saya dan isi kepala saya, untuk sesuatu yang berbau materi saya gak punya. Dan mereka yang melengkapi itu ke saya. Seperti halnya baju, badan saya paling kecil di antara semua sepupu saya jadi ketika baju mereka sudah gak muat sama mereka maka saya adalah penampungnya.



Saya juga suka membuat kejutan-kejutan kecil untuk mereka, entah mereka sedang ulang tahun atau apa. Saya begini bukan hanya ke sepupu-sepupu saya, ke teman saya pun saya berlaku sama.
Awalnya juga niatnya agar saya dapat teman banyak tapi pada akhirnya saya menikmati semua yang saya lakukan untuk orang lain. Saya senang berbagi pengalaman. Saya rajin mendengarkan curhatan mereka dan pasti saya selalu punya saran dan jalan keluar buat mereka. Dan kadang saya rela untuk menghemat uang jajan hanya karena ada satu teman dekat yang ulang tahun. Saya ingin membelikan bolu untuk teman saya.



Entah kenapa juga saya cukup pintar menanggapi semua keluhan teman-teman dan sepupu saya. Mulai dari masalah berteman dan masalah cinta monyet hahaha. Saya sepertinya punya bakat jadi psikolog cuma gak kesampaian saja wkwkwkwk.



Saya juga tipe yang kadar perhatiannya terhadap orang lain berada di level akut. Saya rela ditelponin berlama-lama hanya untuk curhat atau bersms panjang-panjang untuk menuntaskan masalah orang lain. Sialnya, ingatan saya kuat terhadap semua orang yang berada di sekitar saya. Contohnya saya mau balik ke kampung nih, tiba-tiba pas jalan di mall saya teringat ada seorang teman baru melahirkan anak laki-laki. Saya akan repot sendiri nyariin mainan untuk anaknya padahal dompet saya pun hanya sebatas dompet anak kuliahan.



Ketika saya sudah menikahpun, kebiasaan baik dan perhatian kepada orang lain itu gak hilang-hilang. Saya sedang berada di mana pun saya akan ingat seseorang, anaknya atau siapapun yang berada di sekitar saya. Misal saya sedang belanja baju untuk Edmund saya pun ingat "ohh iya anaknya si anu" atau lihat baju anak cewek yang lucu- lucu pasti saya ingat anak saudara.



Begitulah saya sampai beberapa waktu yang lalu. Iya...saya memutuskan berhenti hmm bukan sih lebih tepatnya saya lebih teliti untuk baik kepada siapa dan dalam hal apa saja. Mungkin sedikit mengurangi pahala lah ya tapi apa daya kelakuan beberapa orang merubah mindset saya bahwa baik juga butuh sasaran yang tepat. Kenapa saya bisa memutuskan demikian? Karena saya mengalami banyak hal belakangan ini.



Ketika saya terpuruk ataupun melakukan kesalahan, banyak mata yang berpaling dari saya. Tanpa mengingat apa yang pernah saya perbuat untuk mereka. Mungkin bagi mereka itu hal sepele tapi bagi saya kebaikan-kebaikan saya meski gak berbau materi adalah sesuatu yang berharga yang mungkin mereka gak dapatkan dari siapapun. Atau juga ketika anak saya lahir, seorang teman gak menjenguk saya dan gak mengucapkan apa-apa pada saya, bahkan sampai anak kedua saya lahirpun demikian. Tetapi ketika dia mengadakan acara untuk anaknya saya turut hadir meringankan langkah meski kadang ada pedih dalam hati. Pun juga ketika saya sama sekali gak punya uang tapi ada anak teman yang baru lahir, saya berjuang bagaimana caranya saya bisa menjenguknya dan sekedar memberi bingkisan. Dan itu gak berbalas ke saya.



Pada saat saya memikirkan anak orang lain saya exited, tapi begitu saya terpuruk gak ada satupun yang mengingat keberadaan anak saya. Saya sendiri gak apa-apa dibenci, tapi kenapa anak saya juga ikut tidak diperdulikan. Sekarang saya terkesan mau balas dendam tapi dari hati yang paling dalam bukan itu maksud saya.

Saya hanya miris melihat diri saya setelah gak punya apa-apa dijauhi semua orang. Padahal saya gak pernah berlaku seperti itu kepada orang lain di sekitar saya. Saya berpikirnya dulu saya pernah berbuat banyak untuk orang di sekitar saya, sehingga ketika saya dalam posisi seperti sekarang ini semua orang tersebut seharusnya tetap mengingat saya. Bukan bantuannya yang saya harapkan. Cukup hanya keberadaannya yang masih di sekitar saya, matanya masih melihat saya, senyumnya masih tersungging dari bibirnya ketika melihat saya. Menjulurkan tangannya, mengetikkan pesan ke saya walo isinya hanya sekedar penghibur lara.

Mungkin ketika semua yang tadi saya sebutkan saya dapatkan, saya gak akan merasa senelangsa sekarang. Saya gak merasa terbuang di tengah kehiruk pikukan ini. Saya gak merasa asing di tengah keluarga saya. Dan saya gak merasa canggung di sekitar teman-teman lama saya.

Tapi lagi-lagi, hidup pasti gak akan sesempurna itu. Allah gak akan memuaskan saya dengan segala yang saya harapkan. Siapa saya berani meminta banyak hal, padahal masih banyak kewajiban yang harus saya lakukan untukNya. Dan saya salah jika harus mengharapkan balasan dari setiap kebaikan-kebaikan yang saya lakukan terhadap siapapun. Saya pamrih dong ya berarti. Malah membuat saya menjadi seorang pengeluh yang luar biasa. Penghitung pahala yang luar biasa. Yang membuat semua pahala-pahala tersebut berubah menjadi dosa karena gak ikhlas. Semoga Allah mengampuni saya.

Saya hanya manusia biasa yang masih hobby berhitung, menambah dan mengurangi tanpa tahu bahwa sesungguhnya berbagi tanpa mengharap kembali adalah ibadah yang luar biasa.

Gak apa-apa, tulisan ini dibuat untuk kembali mengingatkan saya bahwa berbuat baik seharusnya jangan mengharapkan apapun. Dan harusnya berharapnya cuma sama Allah. Bukan begitu??



Dian Siregar



Komentar

Postingan populer dari blog ini

melupakanmu

Pergi Untuk Kembali, Selalu Saja Begitu...

tercerai berai sudah