Saya yang Masih Gini-gini Saja

Hari ini saya datang ke kantor sedikit kepagian. Berhubungan saya gak bawa sarapan begitu saya letakin tas, saya menuju ke crib room dan berencana bikin roti sekedar ganjel perut sampai siang nanti. Dan di crib saya terlibat percakapan dengan seorang teman. Percakapan yang membuat saya berkali-kali mikir.

Teman saya nanya puasa tanggal berapa, kebetulan teman saya ini beragama kristen. Dia nanya hanya memastikan untuk mekanisme order makan siang mereka selama bulan puasa. Saya jawab mungkin sekitar tanggal 25 atau 26 Mei tapi masih menunggu info dari pemerintah seperti biasanya. Lalu saya iseng bilang gini :

Saya : Ya ampuun 6 bulan cepat kali ya kak, bentar lagi puasa terus lebaran dan gak berasa udah
           natal dan tahun baru aja lagi.
Teman : Iya ya dan kita masih gini-gini aja.
Saya : "melongo"
Teman : Iya tiap tahun baru bikin resolusi, bikin target tahun depan harus punya rumah, tahun depan
              harus punya kereta baru dan sebagainya. Tapi resolusi buat diri kita sendiri gak pernah kita
              targetkan. Misal tahun kemaren kita cuek, nah tahun ini pengen berubah lebuh banyak
              senyum. Tapi gara-gara target tadi kita lupa menargetkan diri sendiri untuk berubah ya.
Saya : speechless Iya ya kak. Kalo aku sekarang lagi jenuh di sini. Pengen pindah dan nyoba hal baru
Teman : Sama, malahan tahun ini aku udah memantapkan hati untuk resign dan ikut suami ke Medan
              eh malah suami keterima kerja di sini gak jadilah pindah.

Dan berlanjutlah percakapan itu ke sesi curhat dan nambah teman satu lagi yang baru datang.

Begitu saya kembali ke ruangan yang terngiang di kuping dan kepala saya dari tadi adalah "kita masih gini-gini aja". Iya...serius betapa banyak waktu yang sia-sia terbuang dengan diri kita yang masih begini-begini saja. Sebelumnya banyak kesempatan yang datang ke hadapan kita. Banyak pilihan-pilihan berseliweran depan mata kita dan kita, saya lebih tepatnya melewatkan banyak hal. Mungkin. Bisa saja waktu itu Allah sudah kasih clue untuk pindah pada saat kami gak nemu-nemu rumah kontrakan. Tapi saya lebih memilih lebih gigih untuk mencari lagi hingga ketemu. Berartikan saya lebih memilih untuk bertahan di sini dibanding pindah.

Dan saya kembali melihat ke belakang dan saya gak menemukan perubahan yang signifikan di diri saya. Iya memang benar keadaan keluarga saya semakin ke sini semakin baik. Anak-anak sudah gak kekurangan lagi. Hidup yang biasa cuma sampai tanggal 5 sekarang sudah bisalah ke tanggal yang belasan. Tapi yang saya bahas sekarang adalah diri saya.

Banyak keinginan saya yang dalam-dalam saya simpan saja. Saking dalamnya sekarang tiba-tiba mau meledak. Karena selama ini saya gak pernah berusaha mewujudkannya. Entah apa yang saya tunggu. Dan tahun ke tahun berlalu begitu saja. Padahal dulu waktu saya memutuskan menerima pekerjaan di sebuah kontraktor di sini salah satu niat terbesar saya adalah saya mau mengumpulkan uang biar bisa lanjut sekolah lagi. Tapi apa daya saya terlena sama nikmatnya pekerjaan ini. Saya lupa rencana saya mau sekolah lagi, punya rumah, dan keliling Indonesia sebelum menikah. Saya malah menikah duluan sebelum salah satu rencana saya terwujud.

Tapi lagi-lagi itulah pilihan saya waktu itu. Dulu saya memutuskannya dengan senang hati. Saya menjalaninya sepenuh hati. Dan hari ini ada terbersit sedikit sesal untuk keputusan yang terburu-buru itu. Dan malah membuat saya berandai-andai kembali ke belakang.

Saya bukan gak bahagia dengan pernikahan saya. Saya bukan gak sayang sama anak-anak. Sayang sekali malahan. Saya bahagia bisa menikah dengan suami saya. Saya cuma merasa sedikit menyesal kenapa waktu itu saya gak sekolah lagi ya dan menunda sedikit waktu untuk menikah. Mungkin cerita akan sedikit berbeda. Tapi kalo jalan cerita seandainya berubah seperti itu bisa saja saya dan suami gak ketemu. Benerkan ya?

Cerita hidup saya menjadi seperti ini adalah berdasarkan sama pilihan-pilihan saya dulu. Ketika saya memilih dan percaya pada pilihan saya maka Allah menyiapkan jalan untuk saya. Yaa lagi-lagi saya percaya apapun yang terjadi sama saya dan keluarga saya sampai detik ini adalah campur tangan Allah. Allah yang siapkan. Allah yang takdirkan. Dengan begitu ini pasti yang terbaik. Meski ada yang terburuk tapi itu sudah seharusnya dilewati untuk tahu betapa nikmatnya melewati setiap proses hidup ini. Kalo hidup ini terlalu indah dan sempurna maka itu mungkin hidup di surga ya bukan di dunia :p

Saya rasa gak apa-apa merasa sedikit menyesal. Biar rasa sesal tersebut menjadi sebuah pelajaran agar ke depan lebih bijak dalam memutuskan sesuatu. Saya percaya semua yang terjadi dalam hidup kita ini untuk suatu alasan bukan suatu kebetulan.

Dan gara-gara percakapan di crib tadi saya jadi lebih concern untuk merubah diri saya menjadi lebih baik. Mencoba menemukan sesuatu dalam diri saya yang kurang di explore. Juga mencoba lebih berusaha mewujudkan keinginan-keinginan saya. Lebih memotivasi diri saya sendiri biar saya juga bisa lebih inovatif.



Dian Srg



Komentar

Postingan populer dari blog ini

melupakanmu

Pergi Untuk Kembali, Selalu Saja Begitu...

tercerai berai sudah