Sepertinya Salah Jalan

Tidak ada yang tidak ku syukuri di hidupku ini. Termasuk bertemu dan berjodoh denganmu. Aku bersyukur bertemu denganmu pada saat keadaanku limbung di antara perbedaan. Aku bersyukur bertemu denganmu karena telah menjauhkan aku dari jalan yang seharusnya tidak kulalui. Aku bersyukur di usiaku yang muda, aku sudah punya keluarga kecil denganmu. Aku bersyukur banyak hal tentangmu, tentang kita.
Aku tahu jalan ini tidak selalu mulus, aku juga tahu akan ada kerikil kecil hingga besar yang akan menghalau kita ditengah perjalanan. Tapi aku tidak pernah mengira akan secepat ini kerikil itu akan melukai kakiku. Termasuk terlalu sakit melukai hatiku.
Aku terlalu banyak berharap ketika kau mengulurkan tangan untuk menggenggamku utuh. Bukan tentang materi. Hanya tentang bahagia bersamamu. Hanya tentang betapa indahnya hari-hari yang ku lalui jika itu denganmu. Dengan orang yang tak pernah punya banyak aturan. Yang sedikit bicara tapi selalu tahu untuk mengekspresikan perasaannya padaku. Yang dewasa dan matang. Yang sudah lelah melewati masa muda yang baik hingga buruk. Aku hanya berharap bisa merasa bahagia dengan hal-hal kecil dan tidak berlebihan.

Hal hal kecil seperti ketika kita bangun tidur, kau mencium keningku agak kita memulai hari ini dengan bahagia. Atau ketika aku sedih karena kita berselisih paham, kedua tanganmu langsung merengkuhku ke dalam dekapanmu, membelai rambutku sambil mengusap punggungku menenangkanku kalau semua akan baik-baik saja. Atau aku mendapati pesan singkat hanya sekedar mengucapkan “aku kangen” atau hanya bertanya apa aku sudah makan. Dan juga menutup hari kita dengan obrolan ringan di atas tempat tidur. Harapan yang terlalu sederhana menurutku.

Tapi yang kudapat terlalu jauh dari harapanku yang sederhana tadi. Kau selalu saja mempertemukan aku dengan kepahitan.
Tetapi meski harus melalui banyak kepahitan di awal hingga saat ini, aku tidak pernah lupa bersyukur. Bersyukur aku masih saja di uji dengan ujian. Yang mungkin bermaksud untuk menaikkan aku ke level yang lebih tinggi.
Hanya saja pertanyaanku saat ini, jika Dia memberi ujian dan kau melihatku selalu teruji dengan tingah lakumu, kenapa kau tidak pernah berniat berubah sekalipun. Tidak pernah berniat memperbaiki apa yang telah kau rusak. Aku akui aku sudah cukup lelah, tapi aku masih mampu kalau hanya untuk menambahi porak poranda ini. Aku bisa jadi pelakon apapun jika kau selalu menguji kesabaranku yang sebenarnya sangat terbatas ini.
Aku wanita bodoh yang masih saja mengakui bahwa aku mencintaimu meski kau jelas-jelas sudah menyakitiku lebih dari cukup.
Ini masih seumur jagung. Tapi ujian yang datang seperti sudah sewindu.
Apa kau tidak lelah bermain-main? Kapan kita serius menjalani apa yang kita mulai dengan serius dulu? Kapan kita membangun pondasi yang kokoh kalau kau terus seperti ini?
Apa yang kau mau dari kita sekarang ini? Apa yang membuatmu tidak pernah menggubrisku ketika aku terus-terusan melarangmu melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan? Apa rumah seperti ini yang kau mau? Apa seperti ini yang kau impikan?
Sayang, jika ini ternyata mimpimu berarti kita memang tidak pernah memimpikan hal yang sama. Tidak pernah mengingankan hal yang sama. Tidak pernah punya tujuan yang sama.
Lantas untuk apa masih bersama?
Untuk apa masih bertahan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

melupakanmu

Pergi Untuk Kembali, Selalu Saja Begitu...

tercerai berai sudah