percakapan yang mengganggu, lagi dan lagi...

setelah dua minggu menghilang, tidak juga membuat aku melupakan percakapan itu. kalau ada yang meminta itu diputar kembali, otakku sudah hapal luar kepala tentang isinya.
 
"itu dariku untukmu. hanya untukmu, jangan sekali-sekali ada orang lain yang menyentuh barang pemberianku ke kamu."
"iyaaa. jangan langsung emosi gitu dong!"
"harus!! si setan yang dulu kamu pelihara berhasil membuang bantal gulingku. yang ini jangan sampai disentuh sekalipun. kalau sampai dia sentuh, habis cerita kalian aku obrak-abrik."
"hahahahaha. oke...oke..."
"063xxxx itu nomer extension-nya di tempat kerja. satu foto aja ada di media sosialnya, aku telpon langsung dia terus cerita dari A sampai Z tentang kita."
"Sampai segitunya? iya aku janji. dapat dari mana nomer itu"
"oke, aku pegang janjimu. gak ada yang gak kutahu di dunia ini."
"tentang aku di dunia ini maksudmu?"
"iya."
"hhmm baiklah."
 
"punya bukti apa, kalau aku masih punya tempat di hatimu?"
"aku sudah gak punya apa-apa di hati ini. coba periksa kalau kamu kurang percaya. perasaanku sudah lama mati."
"oo baiklah, aku percaya dan sudah tahu sejak lama!"
"cuma bayanganmu yang tersisa di sini dan itupun gak pernah bisa aku sentuh. cuma alarm yang selalu mengingatkanku padamu. kalau kamu merasa aku berubah itu karena keadaan. dan kenapa aku gak boleh lagi menyentuhmu?"
"tanya diri kamu sendiri. bukan aku yang gak tersentuh, kamu yang menyembunyikan tangan dari aku. aku sampai detik ini masih bisa menyentuhmu."
"mana? kapan? aku gak pernah merasa disentuh!"
"aku gak pernah berubah walau keadaan selalu memaksa untuk berubah. keadaan gak punya hak atas perubahanku. aku yang berhak atas diriku sendiri!!"
"aku kangen kamu."
"aku masih berdiri di tempat yang sama, melakukan hal yang sama, melakukan kebiasaan-kebiasaan kita dulu. masih tetap kangen kamu seperti biasanya. tapi kamu yang pergi menjauh dari posisiku saat ini. matamu mulai kabur kalau melihatku di manapun. aku ada tapi kamu selalu menganggap aku gak ada."
"kabur karena air mata mungkin"
 
"kamu membebaskan keadaan memaksamu menjauh dariku. bukan salahku lagi kalau sudah begitu. kamu yang berubah dengan sendirinya bukan aku. sadar dong kamu, mau sampai kapan seperti ini? bangun dari mimpi yang kamu ciptakan sendiri. keluar dari zona aman yang kamu buat sendiri."
"aku gak tahu gimana caranya keluar."
"kamu tahu, cuma gak mau!!"
"aku benar-benar gak tahu. aku cuma mau ketemu kamu."
"nah aku di sini, ada dan gak kemana-mana! jangan biarkan kesedihan terus-terusan menghalangi apapun yang kamu rasakan. aku heran melihatmu seperti ini. sumpah!! diluar perasaanku ke kamu, jujur aku kasihan melihat keadaanmu seperti ini. ini bukan karena keadaan yang buat, tapi kamu yang sudah terlalu jauh menjatuhkan dirimu sendiri. dan sampai sekarang kamu pikir ini semua karena keadaan, padahal bukan!! buka mata kamu! lihat aku, aku masih berdiri di sini. jangan letakkan aku di depan keningmu, letakkan aku di sebelahmu biar kamu selalu merasakan kalau aku memang ada bersama kamu."
"percayalah, alasanku hidup adalah untuk melihatmu. melihatmu menjalani hidup yang sudah kamu pilih!!"
 
kalimat terakhir itu menamparku cukup dahsyat. bukan hanya di pipi, tapi panasnya menjalar hingga dalam tubuh. dia ingin melihatku menjalani hidup yang sudah aku pilih, dengan huruf tebal dan garis bawah di kalimat hidup yang sudah aku pilih.
 
dengan kalimat lain yang lebih santun, dia ingin melihatku berjalan di atas derita yang kupilih, dia ingin melihatku tersiksa karena pilihanku, dan dia ingin melihatku merasa bersalah untuknya seumur hidup.
 
Fine!!! perlahan aku yang harus pergi. pergi dari hidupnya, pergi dari semua tentang dia, pergi meninggalkan masa lalu yang benar-benar sudah usang. bukan karena waktu, tapi karena dia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

melupakanmu

Pergi Untuk Kembali, Selalu Saja Begitu...

tercerai berai sudah