kehilangan pria tertulus
Satu bulan terakhir ini aku masih disibukkan dengan jadwal kuliah yang padatnya minta ampun. Masuk jam 08.00 pagi dan pulang jam 17.00 sore. Ini sih udah kayak balik ke zaman sekolah kemaren. Walaupun disela-sela jam tersebut masih ada beberapa jam kosong. Itupun gak bisa dipakai untuk pulang, secara jarak rumah ke kampus sekitar 45 menit.
Jadilah cuma nongkrong sana sini di sekitar kampus. Aku udah mulai punya teman cuma rada-rada gak cocok. Sepertinya mereka-mereka ini agak sedikit high class. Bukan gak bisa ngikutin gaya mereka tapi kembali lagi ke tujuan utama, kuliah dalam artian benar-benar kuliah gak pake campur neko-neko. Harus buat orang tua bangga dan gak punya rasa sesal udah ngeluarin uang banyak untuk menyekolahkan aku sejauh ini. Ceileee bahasanyaa hahaha..
Tapi pagi ini, niat kuliah yang baik dan benar itu sedikit menguap. Mataku terkantuk-kantuk di angkutan umum yang menuju ke kampus. Belum lagi suasana hati yang benar-benar gak menentu setelah pembicaraan ku dengan Naufal tadi malam di telpon. Rasa malas langsung menyergapku dan para setan menyuruh bolos aja.
"Kamu berubah Ai!" kata-katanya terus terngiang di kepalaku.
"Gak ada yang berubah fal, aku masih seperti yang dulu. Masih Aini yang kemarin ada di hadapanmu." tandasku meyakinkannya.
Dia berdecak keras "Ai, kamu gak sadar akan perubahanmu. Aku yang ngerasain, hatiku yang merasa ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku. Contoh kecilnya aja kamu itu udah mulai menghindar dari sms atau telponku."
Aku gusar, kenapa sih ini terus yang di omongin? Ini terus yang dibahas. Apa pentingnya? Naufal gak pernah telpon untuk tanya gimana kuliahmu, kabarmu gimana, udah makan apa belum.
Kenapa malah orang yang gak seharusnya yang menanyakan itu. Banyak pertanyaan yang memenuhi kepalaku ini. Dan aku gak tau harus kemana menumpahkan isi kepala yang udah terlalu penuh ini. Sedangkan Lita dan Tya sibuk dengan dunianya sendiri saat ini. Ooh Tuhan mau pecah rasanya...
"Dek, mau turun dimana?" teriakan si supir mengagetkanku. Aku linglung melihat kiri kanan, dimana ini yaa pikirku dalam hati.
"Sumber ya bang?" tanyaku polos. Sumber itu adalah nama jalan menuju gedung kampus.
Si abang mendengus kesal "Udah lewat dari tadi."
"Yaaah bang kok gak ngomong dari tadi. Ya udah turun di sini aja." omelku sambil merogoh ribuan dari tas.
"Situ yang melamun kok saya yang disalahin. Dasar anak kuliahan." balasnya.
Bodohnya aku sampai melewati simpang ke kampus. Kalo ini bukan di pinggir jalan, udah ku getok kepalaku ini.Arghhh...udahlah yang salah juga aku. Aku menyeberang untuk menaiki angkutan umum yang ke arah kampus lagi.
Kepalaku benar-benar kehilangan fokus. Sampai di kampus dan pulang ke rumah juga kebanyakan melamun kayak ayam abis nelan karet gelang.
Kuraih tas yang tergeletak begitu aja di sebelah lemari pakaianku, aku mencari ponselku lalu mengetik sesuatu.
"Naufal, aku pikir kita sudahi aja hubungan kita." tanpa berpikir panjang aku menekan tombol send.
Nafasku terasa memburu menatap layar ponsel, berharap gak dapat balasan darinya. Kutelungkupkan wajah ke bawah bantal, mencoba menahan sesak yang tiba-tiba mencuat ke permukaan.
Akkhhh...Naufal, kamu terlalu baik untukku. Terlalu naif untuk jadi pria di sebelah perempuan sepertiku. Hubungan kita terlalu aman dan terlalu datar, aku bosan.
Walopun cuma sebentar, aku tetap sedih kita harus seperti ini. Ada sedikit sesal yang hadir saat aku mengirimkan pesan tadi, tapi di sisi lain aku gak mau terlalu lama mengkhianati perasaan tulusmu untukku. Semoga suatu saat kamu menemukan perempuan yang tepat. Gumamanku barusan pun membawa alam sadar pergi entah kemana.
Kuraih tas yang tergeletak begitu aja di sebelah lemari pakaianku, aku mencari ponselku lalu mengetik sesuatu.
"Naufal, aku pikir kita sudahi aja hubungan kita." tanpa berpikir panjang aku menekan tombol send.
Nafasku terasa memburu menatap layar ponsel, berharap gak dapat balasan darinya. Kutelungkupkan wajah ke bawah bantal, mencoba menahan sesak yang tiba-tiba mencuat ke permukaan.
Akkhhh...Naufal, kamu terlalu baik untukku. Terlalu naif untuk jadi pria di sebelah perempuan sepertiku. Hubungan kita terlalu aman dan terlalu datar, aku bosan.
Walopun cuma sebentar, aku tetap sedih kita harus seperti ini. Ada sedikit sesal yang hadir saat aku mengirimkan pesan tadi, tapi di sisi lain aku gak mau terlalu lama mengkhianati perasaan tulusmu untukku. Semoga suatu saat kamu menemukan perempuan yang tepat. Gumamanku barusan pun membawa alam sadar pergi entah kemana.
Komentar
Posting Komentar