Box of Memories

Kemarin, seharian entah kenapa aku tiba-tiba memikirkanmu. Mencoba mengenang sesuatu yang jauh telah usang. Membiarkan slide-slide kenangan berhamburan di dalam kepala seharian. Bukan sedih yang kudapati. Tetapi percikan bahagia yang mengalirkan senyum ke sudut bibirku.

Aku tak ingin menepis apapun. Kubiarkan saja, entah nantinya ini yang terakhir kalinya aku bisa mengenangmu lebih detail. Siapa tahu kan? Jalan cerita ini sulit untuk ditebak. Jadi hanya bisa bersiap saja.

Sepagi kemarin, aku mengingat dulu kita sering menghabiskan waktu di toko buku Gramedia. Kamu berdiri di bagian komik dan aku di bagian novel. Kita sama-sama suka membaca, walau jenis bacaan yang berbeda tapi senang rasanya memiliki hobby yang sama. Kamu juga hobby mengutak-atik sepeda motor dan selalu mengajak serta meminta pendapatku tentang apapun yang ingin kamu rubah. Aku selalu senang menemanimu ke bengkel walau harus memakan waktu berjam-jam tapi entah kenapa ini menjadi hobby baruku juga. Kamu mengajari tentang motor, menjawab semua pertanyaanku tentang motor. Meski aku selalu menjadi orang yang pelupa, kamu tak pernah bosan mengingatannya lagi.

Sejenak dalam hati aku menggumam, betapa bahagianya kita dulu ya. Banyak hal yang sudah kita lalui bersama-sama. Bahkan yang tak pernah aku tahu, kamu membuat aku semakin tahu. Tak ada satu hal tentangmu dan tentang kebiasaan-kebiasaanmu yang aku lewatkan.

Aku tahu seperti apa cara mendengkurmu. Aku juga tahu baumu ketika kamu bangun tidur. Hapal dengan bau keringatmu. Juga selalu ingat kebiasaanmu menghembuskan nafasmu sebelum menciumku. Lalu bertanya "nafasku bau ya?". Aku tersenyum mendengarkan pertanyaan seperti itu. Meski aku menjawab bahwa nafasmu bau, bibirmu takkan berhenti begitu saja.

Aku juga mengingat tentang kebiasaanmu memprotes baju yang kupakai. Kalau kerah atau belahan baju itu rendah maupun terlalu mengekspos bagian tertentu, kamu adalah orang paling cerewet untuk itu. Di mana pun kita berada, kamu akan membawaku kembali ke kontrakanmu dan memaksaku untuk ganti baju. Pakai baju apa? Ya pakai bajumu yang serba hitam, polos dan kebesaran. Se-protes apapun aku memakai baju tersebut, kamu tak akan pernan bergeming mendengar rengekanku. Malah kamu akan berusaha memodifikasi bajumu agar terlihat pas di badanku. Lama kelamaan aku terbiasa. Terkadang aku yang meminta untuk mengenakan kaos-kaosmu. Aku senang terlihat serasi denganmu. Sedikit terlihat tomboy tapi tetap manis. Itu katamu.

Kita pernah bertengkar gara-gara kamu terlambat menjemputku sepulang kuliah. Hampir 2 jam aku menunggumu di kost teman kuliahku. Tiba-tiba kamu datang tapi tidak dengan motormu, kamu memakai motor orang lain. Kamu tahu aku benci jika kamu memakai barang orang lain dan aku paling benci jika barangmu dipinjam orang lain bahkan adikmu sekalipun. Kamu membawaku ke kost teman kita, aku masih merengut karena dibawa ke sana. Lalu kamu menjelaskan bahwa motormu dipinjam oleh si teman itu. Aku murka tapi aku hanya diam. Ketika kamu pergi permisi ke toilet, aku langsung ambil langkah seribu keluar dari kost itu lalu berjalan menjauh mencari angkutan umum. Aku tahu kamu akan setengah mati paniknya begitu tahu aku tak lagi berada di sana. Tapi aku mencoba untuk tidak perduli, yang aku tahu aku marah.

Aku berlari dan mempercepat langkah. Entah karena apa hujan tiba-tiba saja jatuh menambah dramatisir acara kejar-kejaran ini. Handphone ku tak berhenti bordering. Aku mengacuhkannya, karena aku sedang turun naik angkutan umum agar bisa sampai di sekitar kampus dan bisa naik angkutan umum tujuan ke rumahku. Aku berdiri mematung lama dan berharap si angkutan umum datang lebih cepat. Aku khawatir jika kamu menyusulku dan melihatmu aku akan berubah pikiran. Aku takut tak jadi marah. Lucunya aku ya. Hehehe

Begitu mobil yang kutunggu datang aku maju beberapa langkah dan kamu tepat berhenti di depanku. Basah kuyup denga tatapan yang sulit ku artikan. Aku iba melihatmu basah, ingin memelukmu segera untuk menghilangkan dingin tubuhmu. Tapi aku terlalu marah. Tanpa memperdulikanmu aku naik ke dalam mobil. Mataku dan matamu beradu, kamu terlihat begitu sedih karena tak bisa menahanku untuk pulang. Aku menunduk merasa menyesal telah membuatmu begitu sakit. Tapi aku juga sakit, sakit sudah merasa dibohongi. Sakit karena kamu tak memberitahu jika motormu dipinjam orang lain.

Aku juga pernah menangis seharian sampai berguling-guling di kamar. Karena mengetahui kamu sedang dalam perjalanan pulang ke kota kita mengendarai motor. Begitu terkejut dan khawatirnya aku, hingga aku kehilangan akal sehat menangis seharian. Memohon agar kamu kembali. Aku takut sesuatu terjadi padamu. Aku takut kehilanganmu. Ternyata seberarti itu kamu untukku.

Banyak hal yang sudah sangat lama aku lupakan tiba-tiba muncul di ingatan. Jika semua harus dituangkan di sini mungkin bisa puluhan atau ratusan halaman.

Begitulah kenangan. Datang semaunya dan pergi tanpa pamit.

Hanya kita yang harus selalu jeli dalam permainannya. Jangan sampai terbawa arus kenangan terlalu dalam.

Ya sudahlah mari kita tutup lagi kotaknya. Nanti ketika dia kebuka lagi yaa nikmatin saja. Dan setelah itu akan tertutup dengan sendirinya 😊😊

#kotak kenangan itu ternyata gak serem-serem kalipun 😉😉😉

*tulisan ini kayaknya dikerjain di 2015 tapi finishnya di penghujung 2016

Dian Srg.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

melupakanmu

Pergi Untuk Kembali, Selalu Saja Begitu...

tercerai berai sudah